SMK Mikael Surakarta

Kompetensi Dasar Membaca dan Memahami Perintah Soal

Pada tahun 2011, hampir 9 tahun yang lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk mendampingi siswa SMK Katolik St. Mikael Surakarta mengikuti Lomba Kompetensi Siswa (LKS) tingkat nasional yang diselenggarakan di Jakarta. Sebagai seorang guru muda berusia 20-an (saat itu), dan baru beberapa bulan dinyatakan lulus sebagai Sarjana Pendidikan (dengan nilai yang pas-pasan tentunya..), pengalaman ini merupakan pengalaman pertama bagi saya. Sebagai seorang “debutan”, beban yang saya tanggung rasanya cukup sulit (lebih sulit lagi tentunya bagi siswa yang saya dampingi, karena dia lah yang turun ke arena lomba yang sesungguhnya). Saya rasakan cukup sulit karena selain membawa nama sekolah, kami juga membawa nama Provinsi Jawa Tengah.

Untunglah Kepala SMK Katolik St. Mikael saat itu, Romo Agus Sriyono SJ, tidak memasang target yang cukup “muluk-muluk”. Menyadari situasi yang ada, Romo Agus hanya berpesan kepada siswa yang berlomba, untuk mengikuti lomba dengan baik dan jujur, soal peringkat tidak usah terlalu dipikirkan. Bagi saya yang mendampingi, Romo Agus hanya berpesan untuk selalu memastikan bahwa kebutuhan siswa yang berlomba tercukupi, mulai dari makan, tidur, tempat belajar, dan transportasi. Bahkan Romo Agus menitipkan kami agar bisa menginap di kompleks Kolese Kanisius Jakarta, sehingga urusan makan, tidur, tempat belajar, dan transportasi sudah beres (walaupun arena lomba saat itu ada di daerah Rawamangun, sekitar 10 kilometer dari Kolese Kanisius di daerah Menteng).

Ketika siswa sedang berkompetisi, saya cukup tahu diri. Menyadari keberadaan saya yang berusia paling muda, kesempatan ini saya gunakan untuk belajar (ngangsu kawruh) dari guru pendamping lain yang berasal dari berbagai provinsi. Suasana lomba yang “panas” hanya terjadi di dalam arena, di luar itu semuanya sangat cair dan penuh suasana persaudaraan. Bahkan ketika para siswa sedang berlomba, para pendamping justru saling berbagi pengalaman-pengalaman mereka sebagai pendidik. Begitu juga para siswa, suasana panas di arena lomba berubah cair ketika sedang beristirahat, bahwan beberapa di antara mereka malah saling melempar candaan agar situasi tidak menjadi kaku.

Dari sekian pendamping yang ada, saya ngobrol cukup akrab dengan pendamping dari Jawa Timur. Saking akrabnya, saya sampai lupa menanyakan nama asli beliau. Saya memanggil beliau Pak Tessy, karena beliau memakai cincin akik yang cukup banyak dan besar-besar di jemarinya, seperti pelawak Tessy Srimulat. Beliau pun tidak marah dipanggil Pak Tessy, malah menceritakan pengalaman-pengalamannya selama menjadi guru di SMK 5 Surabaya.

Pak Tessy bercerita, bahwa kesempatan ini mungkin menjadi kesempatan terakhir bagi beliau mendampingi lomba, karena tahun depan beliau sudah pensiun. Beliau juga menceritakan, bahwa beliau termasuk orang yang gagap teknologi (khususnya dalam menggunakan penggunaan perangkat lunak), namun beliau tidak gagap ilmu. Alasan inilah yang diungkapnyanya mengapa dirinya yang sudah hampir pensiun tetap dipercaya mendampingi lomba, pengalamannya sebagai pendidik selama sekian tahun menjadi jaminannya.

Satu hal yang saya ingat dari beliau, sebelum siswanya maju ke arena lomba, beliau selalu berkata, “baca dulu soalnya, pahami dulu perintahnya, jika ada yang belum dipahami, tanyakan dulu sebelum mengerjakan!!!”. Bahkan kalimat ini beliau teriakkan secara demonstratif di pinggir arena lomba, sesaat sebelum siswanya memulai perlombaan. Saya sebagai orang yang paling muda saat itu tentu juga melakukan hal yang sama. Namun saya tidak sampai seperti beliau yang berteriak-teriak secara demonstratif.

Ternyata apa yang dilakukan Pak Tessy benar. Walaupun siswanya hanya mendapatkan Juara 2 (saat itu juara 1 diraih oleh peserta dari Bali), siswa yang didampinginya melaksanakan perintahnya dan selalu mengingatnya. Sedangkan siswa Mikael yang saya dampingi, ternyata hanya cukup menjadi penggembira saja pada kesempatan kali ini. Penyebabnya sederhana, karena kesempatan ini merupakan pengalaman pertama, siswa tersebut terlalu bersemangat dalam mengerjakan tugas, khususnya dalam menggunakan alat ukur dan mengoperasikan perangkat lunak, namun hasilnya ternyata tidak sesuai harapan.

Kesalahan yang paling fatal yang dilakukan olehnya adalah tidak membaca petunjuk dan perintah soal dengan cermat. Jawaban yang seharusnya dikumpulkan dalam sekian lembar (saya lupa, mungkin saat itu sekitar 6 atau 7 lembar) hanya dikumpulkan 4 lembar. Walaupun dari 4 lembar tersebut hasilnya tidak buruk, namun kekurangan 2-3 lembar jawaban adalah sebuah pertanda buruk. Dengan tidak mengumpulkan jawaban, berarti secara sadar akan mendapatkan nilai 0 untuk setiap lembar, karena setiap lembar yang dikumpulkan akan mendapatkan penialain. Seandainya lembar tersebut dikumpulkan “seadanya”, tentu akan tetap akan diberi penilaian, dan mungkin masih bisa meraih juara harapan 1 atau 2. Namun ketika 2-3 lembar tadi tidak dikumpulkan, peluang di depan mata jelas sudah musnah. Untunglah dengan target yang diberikan, meskipun kecewa, namun kami tidak berkecil hati. Pengalaman kalah dan menerima kekalahan dengan lapang dada justru membuat kami sadar bahwa kami masih harus banyak belajar.

Ketika mengingat pengalaman 9 tahun yang lalu, rasanya masih relevan dengan situasi saat ini, khususnya di masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini. Meskipun di dalam kurikulum sudah dijelaskan secara panjang lebar tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, namun hal sederhana tentang “membaca dan memahami perintah soal” ini justru rasanya belum banyak disinggung. Meskipun dalam kurikulum sudah dijabarkan dengan Kompetensi Dasar 3 tentang pengetahuan dan Kompetensi Dasar 4 tentang ketrampilan, hal sederhana mengenai “membaca dan memahami perintah soal” ini justru yang sering timbul sebagai suatu kendala ketika PJJ dilaksanakan.

Setiap guru dan sekaligus pendidik yang baik tentunya sudah merencanakan dan mempersiapkan pembelajaran dengan baik pula. Saya meyakini bahwa semua guru di SMK Katolik St. Mikael Surakarta adalah pendidik yang baik. Mereka sudah mempersiapkan pembelajaran dengan teknik dan gaya masing-masing, termasuk di masa PJJ ini. Meskipun diberikan kebebasan dan keleluasaan dalam mengajar, setiap guru tentu mempunyai dokumen yang disebut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Di dalam dokumen ini tertulis rencana setiap guru, ketika akan mengajar di kelas, dari awal sampai akhir. Dokumen ini juga dilengkapi dengan tanda tangan guru yang bersangkutan sebagai bentuk tanggungjawab, tandatangan Wakil Kepala Sekoah Bidang Kurikulum sebagai tanda verifikasi, dan tandatangan Kepala Sekolah sebagai pengesahan. Artinya, dokumen RPP tersebut merupakan dokumen yang sah dan harus digunakan oleh setiap guru sebagai acuan dalam mengajar.

Dalam RPP, bagian yang paling krusial dan tampak menyolok dibanding bagian lain adalah bagian pelaksanaan kegiatan pembelajaran itu sendiri. Walaupun diberi keleluasaan, pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada prinsipnya terbagi menjadi 3 hal : pendahuluan, inti dan penutup.

Untuk masa PJJ ini sendiri, berdasarkan pengalaman saya sebagai salah satu guru mata pelajaran, pendahuluan biasanya diisi dengan mengecek presensi siswa secara daring. Dari sini guru dapat mengetahui kehadiran siswa, termasuk siswa yang terlambat dan tidak hadir (baik dengan keterangan maupun tanpa keterangan). Bagi siswa yang terlambat dan tidak hadir, selanjutnya dilaporkan ke Bagian Kesiswaan untuk ditindaklanjuti.

Untuk kegiatan inti, di sini menjadi kesempatan guru berkreasi menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik. Ada yang memilih Google Meet. Ada yang memilih merekam penjelasan melalui video dan diunggah ke YouTube. Ada yang memilih membagikan video melalui Google Classroom, dan banyak pilihan lainnya. Pada bagian ini walaupun dengan cara berbeda-beda, setiap guru diharapkan dapat menyampaikan materi belajar kepada siswa, dan siswa bisa menerima dengan jelas. Jika hanya menyampaikan tetapi justru membuat siswa tidak jelas, berarti tujuan pembelajaran yang ingin diraih belum tercapai.

Bagian penutup biasanya diisi dengan memberikan rangkuman, penegasan, penguatan, maupun evaluasi. Untuk evaluasi bisa dilakukan dengan latihan, ulangan, maupun penugasan. Media yang dipilih juga beragam, mulai dari quizizz sampai Google Form. Intinya pada kegiatan ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk semakin memahami materi yang disampaikan dengan berlatih dan mencoba penugasan yang diberikan oleh guru. Soal hasinya sebenarnya jangan terlalu dipikirkan. Keberanian untuk mencoba walaupun salah seharusnya tetap diapresiasi daripada menjawab benar namun dengan cara-cara yang kurang terpuji. Apalagi di masa PJJ ini banyak sumber belajar yang bisa digunakan. Dan setiap evaluasi tidak hanya open book tetapi juga malah open web.

Nah, pada bagian terakhir inilah yang seringkali luput dari perhatian. Ketika guru memberikan evaluasi dalam bentuk latihan, ulangan, ataupun penugasan, sebelum mengerjakan semestinya disampaikan tentang petunjuk dan perintah yang harus dilaksanakan. Beberapa siswa kebanyakan tidak membaca petunjuk dan perintah yang diberikan, sehingga ketika mengerjakan dan sampai tengah-tengah proses, menjadi kebingungan dan malah menyelesaikan evaluasi dengan seadanya. Begitu yang terjadi dengan guru, ketika mengoreksi pekerjaan siswa, malah menjadi bingung, karena yang dikerjakan siswa tidak sesuai dengan yang diminta dalam petunjuk. Bisa jadi karena petunjuknya kurang jelas untuk dapat dipahami oleh siswa.

Berkaca dari pengalaman Pak Tessy yang menyerukan kepada siswanya, “baca dulu soalnya, pahami dulu perintahnya, jika ada yang belum dipahami, tanyakan dulu sebelum mengerjakan!!!” tulisan ini mengajak kepada teman-teman guru untuk menyampaikan petunjuk dan perintah pada soal yang diberikan kepada siswa sebagai evaluasi. Begitu juga kepada para siswa, agar sebelum mengerjakan evaluasi, hal yang harus dilakukan adalah “baca dulu soalnya, pahami dulu perintahnya, jika ada yang belum dipahami, tanyakan dulu sebelum mengerjakan”, sehingga apa yang dikehendaki guru benar-benar dipahami. Seandainya belum dipahami, ya bisa ditanyakan sebelum akhirnya dikerjakan dan diselesaikan.

Semoga di masa Pandemi Covid 19 dan di masa PJJ ini kita semua, baik sebagai guru maupun siswa, sebagai pendidik dan peserta didik, tetap menyadari dan bersyukur, bahwa dalam setiap kesalahan dan kekurangan yang ada, kita justru diberi kesempatan untuk senantiasa belajar dan belajar. Karena proses belajar tidak akan pernah selesai selama hayat dikandung badan

 

Salam dan Doa

 

 

Alexander Arief R

Sub. Pamong

Home
Berita
Kontak
Galeri