Jl. Mojo No. 1 Karangasem, Laweyan, Surakarta
Telp. 0271-712728
Fax. 0271-728681
info@smkmikael.sch.id
Pengantar :
Saat membaca tulisan ini, mungkin teman-teman sudah menerima Rapor Tengah Semester. Apapun hasilnya, itu semua merupakan hasil perjuangan kita selama mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh selama 2 bulan ini. Kita menuai apa yang sudah kita tabur. Bagaimanapun juga, semuanya itu adalah buah-buah perjuangan kita. Dan yang lebih penting dari itu, saya mengajak teman-teman untuk bersyukur bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk selalu memperbaiki diri.
Setiap berangkat untuk mengajar ke kantor, saya hampir selalu berpapasan dengan truk pengangkut BBM milik Pertamina. Setiap kali berada di belakang truk tersebut, tentu ada tulisan-tulisan yang dapat dibaca dengan jelas, karena ditulis dengan huruf yang berukuran relatif besar. Namun, truk Pertamina tentunya tidak bertuliskan kalimat-kalimat jenaka yang terkadang sedikit “nakal”. Setiap truk pengangkut BBM milik pertamina di bagian belakang selalu bertuliskan “SEGERA MENJAUH, BLINDSPOT, ANDA TIDAK TERLIHAT SOPIR”. Maksuddari tulisan itu tentunya sangat jelas dan lugas. Bahwa siapapun yang berada di belakang bak truk tersebut, berada pada posisi “blindspot”. Pada posisi ini, siapapun tidak akan terlihat oleh sopir, walaupun Pak Sopir sudah dilengkapi dengan spion di kanan dan kiri. Untuk mengurangi resiko kecelakaan, tulisan tersebut mengingatkan siapapun untuk tidak berada di situ dan segera menjauh.
Menghubungkan kembali cerita tentang blindspot, saya teringat sebuah buku yang pernah saya baca dan menceritakan tentang pembajakan Pesawat Garuda DC-9 “Woyla” pada tahun 1981 (hampir 40 tahun yang lalu). Pesawat Garuda yang seharusnya membawa penumpang dari Jakarta menuju Palembang dan bertujuan akhir Medan tersebut dibajak oleh sekelompok teroris setelah lepas landas dari Palembang. Para pembajak yang menyandera pilot dan semua penumpang tersebut, akhirnya berhasil membawa pesawat ke Penang, Malaysia, dan berakhir di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Setelah diskusi yang alot antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Thailand, termasuk negosiasi dengan para pembajak, otoritas Thailand akhirnya memberi ijin kepada pasukan Indonesia untuk menyelamatkan sandera di pesawat tersebut. Pasukan Indonesia menyerbu pesawat tersebut selepas tengah malam, dengan berjalan dari arah ekor pesawat. Berdasarkan analisa di lapangan, ekor pesawat merupakan blindspot, sehingga para teroris tidak dapat melihat pergerakan pasukan, apalagi jika dilakukan pada tengah malam. Berbeda jika pergerakan dilakukan dari arah depan, karena dapat terlihat dari kokpit pesawat. Akhir cerita ini sudah jelas. Semua sandera bisa diselamatkan, walaupun ada korban pilot dan seorang anggota pasukan yang meninggal. Sedangkan semua pembajak dapat dilumpuhkan. Untuk alasan keamanan, karena mereka semua bersenjata api, para pembajak akhirnya ditembak mati.
Saya tentunya tidak akan membahas panjang lebar tentang truk BBM milik Pertamina ataupun Pembajakan Pesawat Garuda. Dari 2 peristiwa yang saya sampaikan di atas, ada 1 poin penting yang dapat kita renungkan dalam tulisan saya kali ini, yaitu tentang blindspot. Blindspot sendiri dapat diterjemahkan macam-macam, namun intinya bahwa pada titik tersebut membuat keberadaan siapapun tidak tampak oleh lingkungan di sekitarnya. Dan justru karena tidak tampak tersebut. Keadaannya malah membahayakan ataupun kurang baik bagi dirinya dan orang-orang di sekelilingnya, seperti contoh ilustrasi pada truk BBM milik Pertamina.
Seringkali kita pun juga berada pada blindspot, khususnya di masa PJJ ini. Seringkali kita merasa sudah baik-baik saja, kita merasa sudah aman-aman saja dalam mengikuti PJJ. Namun kenyataannya justru kita membahayakan diri kita dan orang lain, khususnya orangtua kita yang sudah bersusah-payah membiayai kita untuk dapat bersekolah di SMK Katolik St. Mikael ini. Contoh nyata dari situasi yang menempatkan kita pada posisi blindspot saat PJJ ini ada banyak sekali. Yang paling mudah tentunya adalah tidak melakukan presensi (walaupun dalam kenyataannya kita mengikuti PJJ dari awal sampai akhir dengan baik). Dengan tidak melakukan presensi, sebenarnya kita menempatkan diri kita pada posisi blindspot, karena keberadaan kita tidak diketahui oleh guru yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pembelajaran, termasuk mengecek kehadiran peserta didik. Itu baru contoh yang sederhana dan sangat jelas. Contoh lainnya tentu masih banyak lagi ; lupa mengumpulkan tugas karena belum megklik tombol submit (jika tombol submit belum dipilih, jawaban yang dilampirkan tentu tidak akan diterima oleh guru), tidak mengumpulkan tugas, dan tidak mengikuti meeting juga beberapa contoh bagaimana kita menempatkan diri kita pada posisi blindspot.
Jika dilukiskan dengan sebuah kiasan, semua siswa yang mengikuti PJJ itu bagaikan penumpang yang akan menempuh suatu tujuan dengan naik bus. Classrooms yang kita gunakan adalah bis kita dan para guru adalah sopir-sopirnya yang akan membawa Anda sampai ke tujuan (seperti yang diharapkan orangtua Anda tentu saja). Saya yakin semua guru di Mikael adalah sopir yang baik yang akan membawa anda mencapai ke tujuan, meskipun mungkin ada beberapa yang sedikit ugal-ugalan (tidak usah menunjuk orang lain, mungkin diri saya dapat dijadikan sebagai contohnya..), namun mereka tetap akan berusaha membawa semua muridnya mencapai tujuan dengan selamat (dalam artian tidak gagal atau tercecer, no one left behind..). Bagian keuangan yang menjadi kondekturnya, yang bertugas menarik biaya atas perjalanan ini.
Di dalam perjalanan, para sopir tentunya berusaha untuk memastikan keberadaan dan keselamatan para penumpang di perjalanan. Untuk memastikannya mereka menggunakan kaca spion, karena tentu tidak mungkin untuk mengecek penumpang satu per satu sambil mengemudi. Segala macam media seperti presensi, tugas, ulangan, meeting dan lain-lainnya merupakan spion para guru dalam PJJ ini. Jika anda sudah melakukan semua dengan baik, para guru akan berlega hati karena keberadaan dan keselamatan anda terdeteksi dan dijamin keamanan serta keselamatannya. Jika spion yang sudah mereka gunakan ternyata tidak mampu mendeteksi keberadaan anda, para guru pun merasa kuatir akan keberadaan, keselamatan dan keberhasilan anda mengikuti pembelajaran.
Keberadaan kami dari Pamong dan Tim Kesiswaan, tak lebih dari para kernet dalam perjalanan ini. Kernet sendiri artinya tak lebih adalah pembantu sopir atau pembantu tukang. Sekali lagi, hanya pembantu. Bahkan dalam Bahasa Inggris kernet diterjemahkan sebagai helper. Tugas kami tak lain dan tak bukan adalah membantu para sopir. Begitu mereka yang belum presensi, kami mengingatkan agar segera presensi dan memberikan klarifikasi. Bagi yang belum mengumpulkan tugas, kami mengingatkan untuk segera mengumpulkan tugas dan menghubungi guru mata pelajaran secara pribadi. Begitu juga dengan beberapa contoh lainnya.
Justru karena keberadaan kami sebagai helper inilah yang memungkinkan kami untuk masuk ke sisi yang tidak dapat dijangkau oleh para sopir. Ketika ada siswa yang tidak presensi, seringkali para guru tidak mengetahui penyebabnya. Bisa jadi bukan karena mereka malas, tetapi karena kehabisan kuota internet ataupun hal yang lain. Sejauh alasannya bisa diterima tentu tidak masalah, namun jika yang terjadi murni karena keteloran siswa, tentu akan diberi peringatan. Dan jika terulang lagi, tentu akan diberlakukan sesuai aturan yang ada. Ketika alasannya sudah jelas, kami meminta siswa melapor kepada guru, karena para gurulah yang bertanggungjawab penuh akan keberadaan sekaligus keberhasilan mereka dalam mengikuti PJJ ini. Dan kami cukup tahu diri, posisi kami hanya membantu guru dan siswa agar semuanya berjalan dengan baik seperti yang direncanakan dan diharapkan.
Jadi bagi para siswa yang seringkali berada pada posisi blindspot, SEGERA MENJAUH KARENA ANDA TIDAK TERLIHAT SOPIR.
Salam dan Doa
Alexander Arief R
Sub. Pamong