SMK Mikael Surakarta

Bertumbuh dalam Kristus, Berbuah dalam Hidup (Misa Rabu Abu Kolese Mikael 2021)

Bertumbuh dalam Kristus, Berbuah dalam Hidup (Misa Rabu Abu Kolese Mikael 2021)

Hari Rabu, 17 Februari 2021, Kolese Mikael kembali mengadakan Ekaristi Bersama. Kali ini dalam rangka Rabu Abu, yang menjadi tanda dimulainya masa Prapaskah, masa puasa dan pantang, bagi umat Katolik, serta menjadi masa untuk memperjuangkan kembali sebuah usaha yang bernama pertobatan. Ekaristi kali ini kembali diselenggarakan di Gedung Serba Guna Kolese Mikael. Yang membedakan dengan Ekaristi tutup tahun kemarin adalah letak altar yang dipindahkan ke sisi utara (saat tutup tahun altar berada di timur, membelakangi taman). Selain itu dekorasi altar juga dibuat lebih sederhana, sesuai dengan semangat di masa Prapaskah ini.

Jam 08.00, Ekaristi Rabu Abu dimulai. Perayaan Ekaristi ini mengambil tema “Bertumbuh dalam Kristus, Berbuah dalam Hidup”, sesuai dengan Tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2021. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Romo Agus Sriyono SJ, didampingi Diakon Ardi Jatmiko SJ, yang baru bergabung dengan Kolese Mikael di akhir tahun 2020 lalu. Sehingga Ekaristi kali ini menjadi kesempatan pertama Diakon Ardi merayakan bersama keluarga besar Kolese Mikael.

 

Dalam pengantar, Romo Agus menyampaikan, bahwa Rabu Abu jika diibaratkan dalam “Bahasa ujian” seperti halnya remidi. Jadi setiap tahun kita harus mengadakan remidi karena dalam kenyataannya kita juga selalu “salah terus” dan “gagal terus”.  Maka Rabu Abu menjadi kesempatan yang istimewa yang menandai Masa Prapaskah. Dinamikanya adalah kita diajak kembali sadar akan kelemahan dan kegagalan, tapi akhirnya kita diajak masuk ke bagian yang lebih dalam, bahwa Yesus menderita, disalib karena dosa-dosa kita. Hal ini menjadi ajakan bagi kita untuk bertobat. Sehingga di Rabu Abu ini, masa pertobatan kita ditandai dengan penerimaan abu. Ini dilakukan untuk mengatakan bahwa “Ingatlah, kita ini dari debu dan akan kembali menjadi debu”. Kita ini berharga karena ada nafas dari Tuhan. Kalau kita kehilangan nafas dari Tuhan atau tidak memakainya, kita ini hanya seonggok debu saja. Sebaliknya jika kita berani untuk menghirup nafas dari Tuhan, kita menjadi orang yang bermartabat, punya peran dan kontribusi. Maka Rabu Abu menjadi ajakan untuk bertobat dan remidi kembali hidup kita, supaya ke depan menjadi lebih baik.

Dalam homili, Romo Agus menyampaikan beberapa hal. Bahwa inti perayaan Rabu Abu adalah ajakan untuk berubah dan bertobat. Pertanyaan selanjutnya adalah “berubah dan bertobat ke arah mana?”. Ada 4 hal yang bisa kita pakai untuk menandai dan mengarahkan pertobatan kita.

  1. Lewat abu, kita dapat menyentuh identitas kita yang sebenarnya, bahwa kita ini lemah dan rapuh. Asal kita dari debu dan akan kembali menjadi debu. Kita menjadi seperti ini karena hembusan nafas dari Tuhan. Walaupun terkadang ilmu pengetahuan dan teknologi membuang nafas tersebut ke tempat lain dan digantikan dengan hal-hal lain. Maka jika kita mau berubah, kembalilah bernafas udara dari Tuhan. Meskipun kita tetap debu, kita memimiliki kesempatan untuk kembali menjadi orang yang hebat dan bermartabat. Sadarlah, bahwa kita ini mahkluk rohani. Tunjukkan bahwa kita ini milik Tuhan. Bertobat artinya memberi ruang bagi Tuhan di tengah kesibukan kita. Tuhan tidak butuh ruangan yang banyak untuk masuk. Namun setidaknya kita diajak untuk menyediakan ruang bagi Tuhan
  2. Pada masa pandemi ini banyak orang terpapar, bahkan berubah menjadi miskin. Kita tidak bisa mengatakan bahwa saya lebih baik dan lebih beruntung. Kemiskinan bukanlah kesalahan orang yang bersangkutan. Bisa jadi karena sistem ataupun situasi. Marilah kita kelola hidup kita sebaik-baiknya. Jangan neko-neko dan aneh-aneh. Supaya kita tidak jatuh pada permasalahan yang sama.
  3. Gara-gara pandemi, banyak sekolah tutup. Bagi sekolah vokasi seperti tempat kita, di masa pandemi ini antusiasme belajar dirasakan sangat berkurang. Dampaknya adalah persaingan di dunia kerja akan semakin banyak. Mari kita dampingi anak muda kita yang sedang bingung dan kesulitan menatap masa depan. Masa depan mereka adalah masa depan kita juga.
  4. Selama pandemi, cuaca ekstrim dan bencana alam di mana-mana. Meskipun para korban berada jauh dari kita. Tetapi kita merupakan bagian dari mereka. Ada yang mengatakan bahwa ini bukanlah bencana alam, tetapi bencana manusia. Alam memang memiliki watak seperti itu. Tugas kita untuk memahami, agar kita mampu berdamai dengan alam, dan mampu memahami gerak-gerik alam. Kita diajak untuk merawat bumi sebagai rumah kita Bersama sekaligus pemberi nafkah kehidupan, agar alam tetap menjadi sahabat kita.

 

Tema Rabu Abu dan Prapaskah 2021 ini sangat jelas, “Bertumbuh dalam Kristus, Berbuah dalam Hidup”. Semakin kita menghirup nafas Kristus, yakinlah bahwa kita semakin berbuah. Semakin kita memberi ruang bagi Tuhan, maka kita akan menjadi pribadi yang semakin efektif, termasuk dalam merawat dan mendampingi orang-orang yang gagal, para orang muda, dan sekaligus merawat alam.

Di masa pandemi ini juga terdapat perbedaan dalam pemberian abu kepada umat. Jika biasanya abu dibubuhkan pada dahi umat dengan tanda salib, di masa pandemi dilakukan dengan 2 pilihan cara. Pertama dengan menaburkan abu di kepala. Kedua dilakukan seperti halnya membagikan komuni. Petugas memberikan abu ke tangan umat (tanpa bersentuhan), lalu umat membuat tanda salib dengan abu yang baru saja diberikan.

Selanjutnya Ekaristi berjalan seperti biasa, dengan doa umat, persembahan, Doa Syukur Agung, Komuni, dan ditutup dengan berkat dari Imam Selebran. Meskipun sederhana, semoga Ekaristi pertama di awal tahun 2021 dapat menumbuhkan semangat “ Bertumbuh dalam Kristus, Berkembang dalam Hidup” bagi keluarga besar Kolese Mikael

 

Ditulis oleh : Alexander Arief Rahadian (Sub. Pamong)

Foto atas seijin dari Bapak Yohanes Budi Prasojo (Politeknik ATMI Surakarta)

Home
Berita
Kontak
Galeri