SMK Mikael Surakarta

Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar-Brothers in Arms

Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar-Brothers in Arms

Banyak orang yang ingin menjadi pemimpin. Beberapa dari mereka memulainya dengan menjadi pemimpi. Sebagian dari mereka berhasil, sebagian dari mereka gagal. Sebagian lagi mabuk kepemimpinan, dan sisanya menyalahgunakan kepemimpinan.

Dari banyak contoh yang bisa dilihat dan dirasakan (bisa dimulai dari orang-orang terdekat), kita bisa memberi penilaian secara pribadi, tentang pemimpin yang berhasil, dan pemimpin yang gagal. Jika membicarakan tentang pemimpin yang berhasil, banyak cerita yang bisa kita dapatkan dan kita maknai. Cerita tentang pemimpin yang gagal juga tidak kalah banyak. Bisa jadi mereka sebenarnya adalah orang yang baik (atau setidak-tidaknya memiliki motivasi yang baik), namun mereka tidak mengerti dan tidak paham bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik. Tentang mereka yang mabuk kepemimpinan dan menyalahgunakan kepemimpinan, ceritanya tentu lain lagi. Jika direfleksikan dari sudut pandang Latihan Rohani Santo Ignatius Loyola, mungkin saja mereka menjadi seperti ini karena “menjadikan sarana sebagai tujuan”.

Bagaimanapun ceritanya, berhasil atau gagal, mabuk atau menyalahgunakan, kita bisa belajar banyak dari para pemimpin. Satu hal yang pasti, menjadi pemimpin membutuhkan proses yang tidak sekali jadi. Tidak ada pemimpin instan. Dalam proses tersebut, ada pembentukan dan latihan berulang-ulang. Namun dari semua proses tersebut, satu hal penting yang harus dimaknai adalah bahwa hakekat pemimpin adalah seorang pelayan (servant). Maka, seorang pemimpin seharusnya melayani (dan bukan sebaliknya). Pemimpin yang senang dengan gaya “ndoro-ndoroan”, tentu akan masuk dalam golongan pemimpin yang kurang baik. Pemimpin model beginian pasti tidak akan mendapatkan tempat dan hati di kalangan para bawahannya.

Untuk alasan itulah, pada tanggal 23 dan 30 Oktober 2021 kemarin, SMK Katolik St. Mikael Surakarta mengadakan Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) bagi para siswa kelas X dengan “sub judul” Brothers in Arms. Meskipun dalam situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir, sekolah kita memberanikan diri untuk mengadakan kegiatan ini secara luring. Meskipun harus dibagi dalam 2 kali acara agar pesertanya tidak terlalu banyak. Memang sangat melelahkan. tetapi setelah dijalani, kegembiraan yang dirasakan dapat mengatasi rasa lelah yang ada.

Tujuan kegiatan ini tentu bukan mencetak pemimpin-pemimpin baru untuk saat ini, Jika alasannya demikian, tentu kegiatan ini tak lebih dari kegiatan yang menghasilkan pemimpin-pemimpin instan (kalau tujuannya begini, mendingan dilaksanakan secara daring, karena pasti tidak melelahkan). Tujuan dari kegiatan ini adalah menanamkan nilai-nilai kepemimpinan, yang selaras dengan Spriritualitas Ignasian, yang menjadi roh dari proses pendidikan di sekolah ini. Tentu kegiatan ini tidak menjamin semua pesertanya akan menjadi pemimpin-pemimpin yang baik. Tetapi setidaknya kegiatan ini memberikan kesempatan kepada pesertanya untuk mendapatkan pengalaman, bagaimana seorang pemimpin yang baik seharusnya bekerja.

Dari berbagai dinamika kegiatan yang dikemas, diberikan kesempatan pagi para siswa untuk merasakan dan menemukan makna di balik kegiatan yang diberikan. Dinamika berjalan kaki dalam kelompok dengan orang-orang baru (teman dari kelas lain, yang bisa jadi belum pernah kenal atau bertemu sebelumnya) mengajarkan bahwa seorang pemimpin yang baik harus menanamkan kepercayaan (trust) untuk membangun sebuah kolaborasi yang baik dalam mencapai sebuah tujuan. Dinamika berjalan kaki dengan petunjuk peta yang tidak begitu jelas mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki dan taat kepada panduan yang diyakini, agar tidak melenceng dari tujuan, tersesat, atau dalam contoh lebih ekstrem lagi adalah salah mencapai tujuan yang diinginkan (karena meskipun petanya kurang jelas, tetapi tujuan pada peta tersebut ditunjukkan dengan jelas).

Dinamika berjalan kaki dalam situasi keterbatasan (bekal dan petunjuk) mengajarkan bahwa seorang pemimpin yang baik harus tetap pantang menyerah, dalam situasi keterbatasan, Dinamika mendapatkan hadiah dan hukuman berupa “makanan dan minuman sehat” mengajarkan bahwa setiap langkah yang dipilih mempunyai resiko. Jika berhasil tentu akan mendapatkan apresiasi, dan jika gagal harus siap bertanggungjawab dengan konsekuensinya. Maka, pemimpin yang baik tidak boleh lari dari tanggungjawab, lepas dari tanggungjawab. Pemimpin yang baik tentunya adalah pemimpin yang mau turun tangan. Bukan pemimpin yang cuci tangan, atau pemimpin yang lepas tangan.

Khusus di tanggal 30 Oktober 2021, ada dinamika yang baru. Bahwa setiap peserta kegiatan diwajibkan untuk menawarkan diri, bekerja pada orang lain. Dinamika ini mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat rendah hati. Pemimpin yang baik seharusnya menawarkan diri untuk mau membantu, bukan hanya main perintah-perintah atau tunjuk sana tunjuk sini. Dalam dinamika ini, ada peserta yang mendapatkan hasil berupa makanan, minuman, atau uang. Namun ada juga yang tidak mendapatkan apa-apa, hanya ucapan terima kasih. Setelah semua peserta dikumpulkan, mereka yang mendapatkan hasil diminta untuk membagikannya dengan mereka yang tidak mendapatkan. Dari dinamika ini diajarkan bahwa mendapatkan hasil bukanlah tujuan utama. Dan bagi mereka yang “berhasil” (dalam artian mendapatkan hasil) diajarkan untuk tidak serakah, dengan membagikannya kepada mereka yang “belum berhasil”.

Dinamika terakhir dalam bentuk permainan-permainan (games), mengajarkan bahwa untuk mencapai sebuah tujuan, seorang pemimpin tidak bisa bekerja sendiri. Bahwa dalam hidup akan banyak kompetisi. Untuk dapat menjalaninya dengan baik, perlu kerjasama dengan anggota-anggota yang lain. Jangan pernah takut, karena pasti akan ada rekan-rekan yang bersedia menemani (ngancani).

Dan pada akhir kegiatan, semua peserta diajak untuk merefleksikan seluruh dinamika yang mereka jalani selama sehari itu. Refleksi atau pemaknaan menjadi penting, karena jika setiap kegiatan tidak (pernah) direfleksikan, maka kegiatan tersebut hanya akan menjadi kegiatan yang “numpang lewat” dan tidak ada maknanya, karena memang tidak (pernah) dicari maknanya.

Jika saya refleksikan secara pribadi. Dari dinamika ini, setidaknya ada 3 nilai dari Spiritualitas Ignasian yang bisa didapatkan oleh para peserta. Pertama, bahwa seorang pemimpin yang baik adalah orang yang berguna bagi sesamanya (Man for Others). Kedua, bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menemukan Allah dalam segala hal (finding God in all things). Dan pada akhirnya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mendedikasikan dirinya demi kemuliaan Allah yang lebih besar (ad maiorem Dei gloriam).

 

Salam dan doa

 

Alexander Arief R.

Sub.Pamong

Home
Berita
Kontak
Galeri