Jl. Mojo No. 1 Karangasem, Laweyan, Surakarta
Telp. 0271-712728
Fax. 0271-728681
info@smkmikael.sch.id
Tetap Berusaha
Pada dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an, Jerman Barat yang selanjutnya menjadi Jerman Bersatu (atau lebih dikenal dengan Jerman), merupakan salah satu kiblat dalam persepakbolaan dunia. Pada masa itu, Jerman Barat menjadi finalis Piala Dunia tahun 1982,1986, dan Juara Dunia tahun 1990. Jerman kembali menjadi Juara Piala Eropa tahun 1996. Sesudah itu, “Panser Tua” Jerman mulai kedodoran, gagal total, dan akhirnya bangkit kembali setelah digantikan tenaga-tenaga muda.
Pada masa kejayaan persepakbolaan Jerman Barat (dan Jerman Bersatu) itulah, dalam waktu yang hampir bersamaan, tumbuh 3 tokoh pesepakbola dengan nama awal Jϋrgen. Tokoh pertama bernama Jϋrgen Klinsmann. Tokoh ini dikenal dengan gaya permainan sepakbola yang flamboyan. Tokoh ini berhasil membawa Jerman Barat menjadi Juara Dunia tahun 1990 dan Jerman Juara Eropa tahun 1996. Jϋrgen yang kedua adalah Jϋrgen Kohler. Secara prestasi, pencapaiannya hampir sama dengan Klinsmann, menjadi bagian dari Juara Dunia tahun 1990 dan Juara Eropa tahun 1996. Perbedaan yang menonjol adalah gaya permainannya. Jika Klinsmann terkenal dengan gaya flamboyannya, Kohler dikenal karena gaya permaiannya yang lugas. Pada masanya, Kohler sempat terkenal karena mematahkan kaki salah satu penyerang terbaik dunia saat itu, Marco van Basten.
Tokoh Jϋrgen yang terakhir ini, sebagai seorang pesepakbola professional, bisa dikatakan paling kurang beruntung dibandingkan 2 tokoh Jϋrgen sebelumnya. Namanya adalah Jϋrgen Klopp. Dari usia, ia adalah yang termuda. Dari prestasi sebagai atlet professional, ia adalah yang terendah. Boro-boro menjadi Juara Dunia atau Juara Eropa, masuk dalam Tim Nasional Jerman saja tidak pernah. Namun di sisi lain, ia punya modal sifat rendah hati dan mudah bergaul.
Menyadari bahwa karirnya tidak akan secemerlang Jϋrgen Klinsmann atau Jϋrgen Kohler, ia mulai berpikir tentang masa depannya. Fokusnya saat itu adalah agar dapur keluarganya tetap ngebul. Awal karirnya menjadi pelatih juga tidak disengaja. Ketika klubnya saat itu, FSV Mainz 05, sedang berada di jurang degradasi dan kesulitan mencari pelatih pengganti, Jϋrgen Klopp yang sedang cedera di akhir karirnya, diminta oleh direktur klub menjadi pelatih dadakan, untuk meneyelamatkan timnya dari jurang degradasi.
Dari sini, kisah selanjutnya mengalir. Jϋrgen Klopp tidak hanya berhasil menyelamatkan Mainz 05 dari jurang degradasi, tetapi juga berhasil membawa tim-nya promosi untuk pertama kalinya ke Bundesliga, kendati dengan biaya yang kecil. Selanjutnya, ia melanglangbuana ke klub Borrusia Dortmund, dan akhirnya pindah ke Liverpool di tanah Inggris.
Sekarang namanya dikenal banyak orang di seluruh dunia. Ia sendiri mengembangkan sebuah taktik yang bernama Gegenpressing yang sebelumnya diciptakah oleh seorang tokoh bernama Ralf Rangnick (saat tulisan ini dibuat, tokoh ini baru saja ditunjuk menjadi manajer klub Manchester United). Taktik ini pada prinsipnya adalah bertahan secara agresif dengan memanfaatkan pemain lini depan. Taktik ini bertujuan agar pemain lawan yang baru merebut bola tidak bisa membangun orientasi permainan. Gegenpressing versi Jϋrgen Klopp mempersyaratkan para pemainnya untuk lebih agresif dan proaktif, sehingga ia tak segan-segan melepas pemain yang dianggap menghambat taktik tersebut.
Dari kisah sekilas tentang Jϋrgen Klopp di atas, ada beberapa hal yang bisa kita maknai. Pertama, untuk mencapai tujuan yang kita inginkan, kita membutuhkan sikap rendah hati. Selanjutnya, dibutuhkan kesadaran diri untuk mau bersikap proaktif. Dan pada akhirnya, yang dibutuhkan adalah semangat untuk tetap berusaha. Kisah Jϋrgen Klopp sendiri juga hampir mirip dengan kisah Santo Ignatius Loyola. Dalam situasi ketidakberdayaan karena cedera, tak banyak pilihan yang bisa diambil. Namun dari keterbatasan kondisi dan pilihan tersebut, ketika seseorang berani untuk memilih dan tetap berusaha, ceritanya mengalir dengan luar biasa, seturut kehendak Sang Pencipta.
Sama seperti kisah sebelumnya, Jϋrgen Klopp sendiri bukanlah tipikal pelatih sukses yang sekali jadi. Ketika menangani Mainz 05, ia membutuhkan waktu 3 tahun untuk membawa timnya promosi. Ketika menangani Borrusia Dortmund, ia membutuhkan waktu 2 tahun untuk membawa klubnya juara, menggantikan dominasi klub Bayern Muenchen yang dikenal pendanaananya yang kuat untuk mendapatkan pemain-pemain berkualitas. Bersama Liverpool, ia membutuhkan setidaknya 4 tahun untuk membawa klubnya menjadi juara Liga Champions (setelah 14 tahun), dan juara Liga Inggris (setelah 30 tahun). Begitu juga dengan Santo Ignatius Loyola, siapa yang akan mengira, di waktu 500 tahun setelah peristiwa meriam di Benteng Pamplona yang meremukkan kakinya, ajaran, nasihat, warisan dan petuah-petuahnya menyebar ke seluruh dunia, termasuk di SMK Katolik St. Mikael, tempat kita menimba ilmu saat ini.
Hal-hal baik dari sosok Jϋrgen Klopp dan inspirasi Santo Ignatius ini juga dapat kita manfaatkan dalam merefleksikan capaian belajar kita selama ini. Dengan segala yang kita miliki, baik kelebihan maupun keterbatasan yang ada, salah satu hal penting yang harus kita lakukan adalah tetap berusaha (dalam Bahasa Spiritualitas Ignasian, hal ini disebut “magis” yang artinya secara sederhana adalah selalu mengusahakan lebih).
Maka, mari kita periksa kembali motivasi kita ketika memutuskan bergabung sebagai siswa SMK Katolik St. Mikael. Ingatlah lagi cita-cita yang kita harapkan dengan memutuskan menjadi siswa SMK Katolik St. Mikael. Selanjutnya, tetaplah berusaha untuk mencapai cita-cita tersebut. Jangan berhenti berusaha. Karena jika Anda berhenti berusaha, perjalanan Anda selesai di sini.
Referensi bacaan :
https://historia.id/kultur/articles/kisah-klopp-dan-liverpool-yang-klop-PebqW/
Salam dan doa
Alexander Arief R.
Sub.Pamong