SMK Mikael Surakarta

KO-LABORASI

Merasa ada yang salah dengan judul di atas? Jika kalian mengatakan bahwa telah terjadi salah ketik, sebenarnya tidak juga. Saya memang menulisnya demikian: ko-laborasi.

Kalian tentu familiar dengan kata ‘kolaborasi’ tanpa tanda hubung (-) di tengah-tengahnya. Akan tetapi, saya sengaja menyisipkan tanda hubung di antara ‘ko’ dan ‘laborasi’. Mengapa? Selain untuk menarik perhatian kalian sebagai pembaca, saya juga mau mengingatkan kalian kepada akar dari kata tersebut. ‘Kolaborasi’ (dalam bahasa Inggris: collaboration) pada dasarnya merupakan gabungan dari dua kata bahasa Latin, yaitu ‘cum’ dan ‘laborare’. ‘Cum’ berarti ‘bersama’ atau ‘dengan’, sedangkan ‘laborare’ berarti ‘bekerja’. Oleh karena itulah kalian mengenal arti kata ‘kolaborasi’, yaitu ‘bekerja sama’ atau ‘bekerja bersama’.

Yang perlu kita cermati adalah nuansa kedua kata yang menjadi akar dari ‘kolaborasi’ itu. ‘Cum’ memang berarti ‘bersama’, tapi tidak sekadar menunjukkan sesuatu yang terjadi pada saat yang sama atau kumpulan orang yang kebetulan saja berada di tempat yang sama. ‘Cum’ menunjukkan ada suatu kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Bahkan bukan hanya bersama-sama, setiap orang terlibat seolah-olah menjadi instrumen satu bagi yang lain. Tanpa kehadiran instrumen yang satu, pihak yang lain menjadi tidak dapat berbuat sesuatu.

Sementara itu, ‘laborare’ memiliki nuansa ‘bekerja keras dan sungguh-sungguh’, bukan sekadar kerja yang asal-asalan atau gitu-gitu aja. Bandingkan saja dengan kata lain yang memiliki akar kata yang sama, misalnya ‘laboratorium’. Mendengar kata ‘laboratorium’, kita langsung terbayang para peneliti yang sedang melakukan suatu riset serius. Di tempat bernama ‘laboratorium’ itu, mereka tidak sedang iseng-iseng meneliti sesuatu, tapi sedang berusaha keras menghasilkan sesuatu yang dapat mengubah hidup banyak orang.

Jadi, bisa dibayangkan, yang namanya ‘kolaborasi’ itu bukan sekadar bersama-sama melakukan sesuatu karena iseng. ‘Kolaborasi’ digunakan dalam suatu proyek serius yang dikerjakan bersama-sama dan hasilnya diharapkan berdampak bagi banyak orang. Di dalam proyek tersebut, kehadiran setiap pribadi sangat dihargai; seolah-olah tanpa kehadiran satu orang saja proyek itu tidak mungkin berjalan.

Penanaman karakter 4C, yang menjadi ciri pendidikan kolese Jesuit, sangat berperan menentukan keberhasilan kolaborasi tersebut. Setiap pribadi yang berkolaborasi haruslah kompeten (competent) supaya proyek yang digarap bersama itu berhasil. Setiap orang di dalamnya juga harus benar-benar sadar diri (conscience) bahwa mereka menentukan keberhasilan proyek itu. Orang-orang yang berkolaborasi pun harus saling berbela rasa (compassion), peduli pada kepentingan rekan-rekan kerjanya supaya bisa mencapai cita-cita dan kesuksesan bersama. Akhirnya, kolaborasi harus diikat dengan komitmen (commitment) dari setiap orang yang terlibat agar tujuan bersama bisa terwujud.

Kolaborasi itulah yang sekarang terus berusaha diwujudkan di sekolah kita tercinta ini. Tujuannya sudah pasti demi perkembangan pribadi kalian yang menjadi siswa alias anak didik, agar menjadi manusia yang lebih baik. Walaupun demikian, pada dasarnya tidak hanya siswa yang berkembang; kolaborasi itu pada dasarnya mengembangkan semua pihak yang terlibat di dalamnya. Syaratnya adalah baik sebagai siswa, guru, maupun keluarga (diharapkan) terlibat sungguh-sungguh dalam kolaborasi ini, terutama dengan saling terbuka untuk dibimbing dan dengan rela hati menjalin komunikasi. Ketika ada satu pihak yang setengah hati, hal itu sudah cukup untuk menggiring kolaborasi menuju ke-mandeg-an atau, yang lebih buruk, kegagalan. Oleh karena itu, selain mengandalkan rahmat Tuhan, berhasil atau tidaknya kolaborasi akhirnya tergantung juga dari pilihan dan kesungguhan usaha kita bersama.

 

Salam,

 

Rafael Mathando Hinganaday, SJ

Pamong

Home
Berita
Kontak
Galeri