SMK Mikael Surakarta

SIMULASI PEMBELAJARAN TATAP MUKA, FACING UNTUK KESELAMATAN BERSAMA

Mulai Senin, 2 November 2020, ada sebuah perubahan baru di SMK Katolik St. Mikael Surakarta. Para siswa, khususnya kelas XII, yang selama ini menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dalam jumlah terbatas, mulai diperkenankan untuk hadir dan mengikuti proses simulasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM), untuk menjalani pembelajaran praktik. Walaupun terkesan mendadak pelaksanaannya, (sebenarnya tidak hanya terkesan, tetapi memang bener-bener mendadak..), proses ini harus kita apresiasi bersama sebagai sebuah terobosan baru, karena dalam pendidikan kejuruan (vokasi), tidak mungkin jika harus dilaksanakan sepenuhnya dalam pembelajaran daring. Jika ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa masa depan pembelajaran adalah pembelajaran daring, pernyataan ini bisa jadi kurang tepat untuk pendidikan vokasi yang menuntut adanya kegiatan praktik (unjuk kerja) oleh para siswa. Bisa saja sih dilakukan sepenuhnya dengan daring, namun akan membutuhkan biaya dan usaha yang luar biasa, karena masing-masing siswa dituntut untuk memiliki mesin dan alat pendukungnya secara pribadi.

Kembali ke simulasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM), sebenarnya proses ke arah ini sudah dimulai dari beberapa bulan yang lalu. SMK Katolik St. Mikael sebagai sebuah lembaga pendidikan vokasi, sudah mengajukan diri untuk dapat melakukan proses pembelajaran tatap muka. Ijin sudah diurus sampai tingkat provinsi Jawa Tengah, namun dalam perkembangannya ternyata belum sesuai yang diharapkan. Berbagai persiapan yang sudah dilakukan dirasa masih kurang. Sampai akhirnya ada ijin dari pemerintah yang memutuskan bahwa SMK Katolik St. Mikael Surakarta diperkenankan melaksanakan proses pembelajaran tatap muka mulai tanggal 2 November 2020 selama 2 minggu, untuk selanjutnya diadakan evaluasi. Sayangnya pemberitahuan ini datang pada waktu yang dirasa kurang tepat, karena baru disampaikan pada tanggal 27 Oktober 2020, di mana saat itu para guru, pegawai, dan siswa sedang terbuai dengan suasana “cuti bersama” yang artinya memberikan sebuah bayangan akan waktu libur yang cukup panjang, yang dapat dilakukan untuk berbagai kegiatan, mulai dari beristirahat sejenak dari rutinitas yang melelahkan, berkumpul bersama keluarga, maupun untuk mengembangkan diri. Tapi mau bagaimana lagi, kesempatan ini adalah one way ticket. Mau tidak mau, bisa tidak bisa, harus tetap dijalankan, daripada kesempatan ini terlewatkan. Dan dari hasil jajak pendapat memang didapatkan data, bahwa mayoritas siswa kelas XII beserta para orangtua mereka, menginginkan dilaksanakan proses pembelajaran kembali, khususnya untuk praktik.

Pada Rabu, 28 Oktober 2020, dalam suasana “cuti bersama harus ditunda”, akhirnya diputuskan skenario pembelajaran dan siswa yang menjalaninya. Oleh pemerintah memang dibatasi, siswa yang boleh mengikuti “hanya” 54 siswa, dan nantinya akan terbagi dalam 2 shift. Masing-masing shift berdurarsi 4 jam (tanpa istirahat). Sehingga proses pelajaran untuk shift 1 dilaksanakan dari jam 07.00 – 11.00, dan untuk shift 2 dilaksanakan mulai jam 12.00 – 16.00. Siswa yang diperkenankan mengikuti proses ini pun ada syaratnya. Syarat utama adalah persetujuan orangtua. Selama orangtua belum atau tidak memberikan persetujuan, maka siswa belum diperkenankan mengikuti pembelajaran tatap muka. Berikutnya adalah kesempatan ini diberikan kepada mereka yang kelak ingin bekerja setelah lulus dari SMK Katolik St. Mikael. Berhubung para siswa yang bekerja tidak sampai 54 siswa, maka syarat ini diperluas, bagi yang akan melanjutkan studi pun diperkenankan juga. Syarat yang terakhir, siswa yang diperkenankan mengikuti adalah siswa yang tinggal di area Solo Raya (dalam bahasa beken lebih dikenal dengan Plat AD, menunjuk pada tanda nomor kendaraan bermotor untuk wilayah Solo Raya). Namun, yang perlu digarisbawahi dari semua persyaratan tersebut, persetujuan orangtua menjadi syarat yang paling utama. Walaupun pada akhirnya keputusan ini belum bisa memuaskan banyak pihak, sebagai sebuah keputusan tetap harus dihargai dan dihormati.

Dan, mulailah simulasi ini pada tanggal 2 November 2020. Simulasi diawali dengan sosialisasi dan tes bersama untuk semua siswa yang mengikuti kegiatan ini, dengan menggunakan rapid test, bekerjasama dengan PMI Surakarta. Dari hasil tersebut, ditemukan ada siswa dan guru yang hasil reaktif (walaupun siapapun yang dinyatakan reaktif belum tentu positif Covid 19, namun setidaknya bisa dilakukan antisipasi). Akhirnya bagi guru yang dinyatakan reaktif tersebut diminta untuk bekerja dari rumah dan melakukan karantina mandiri, sedangkan siswa yang dinyatakan reaktif juga diminta untuk mengikuti PJJ lagi, dan karantina mandiri juga. Tempat siswa tersebut digantikan dengan siswa lain yang ada di daftar tunggu (waiting list).

Dan mulai Selasa 3 November 2020, simulasi pembelajaran tatap muka efektif dimulai. Sejauh yang saya lihat dan jalani sebagai anggota Satgas Covid 19 SMK Katolik St. Mikael Surakarta, maupun sebagai salah satu guru yang mengampu pembelajaran praktik, semuanya sudah berjalan kondusif. Walaupun untuk adaptasi di masa kenormalan baru ini memang harus selalu diingatkan terus menerus, misalnya tentang 3 M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak). Selain itu ada beberapa siswa yang tidak bisa mengikuti secara penuh, karena kondisi badan yang kurang fit. Hal lain yang dirasakan adalah durasi yang dirasa terlalu singkat oleh para siswa (pada saat sebelum pandemi mereka terbiasa praktik 8 jam per hari, sekarang berkurang menjadi setengahnya). Meskipun demikian, tugas para guru juga bertambah, karena selain mendampingi pembelajaran praktik, mereka juga ditugaskan untuk memastikan bahwa protokol kesehatan sudah dilaksanan dengan baik. Apapun hasilnya, semuanya merupakan hasil kerja keras dan kolaborasi berbagai pihak, dan untuk itu harus diapresiasi.

Bagi saya pribadi, merefleksikan peristiwa ini, simulasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tak ubahnya seperti meratakan permukaan (facing) dalam pengerjaan di mesin bubut atau mesin frais. Pada saat facing, walaupun sederhana, dilakukan dalam waktu cepat, dan sekilas tak ada artinya, namun justru dari sinilah sebuah proses pemesinan dimulai. Dalam facing, selain meratakan permukaan yang tidak rata, kita membuat suatu referensi untuk proses pengerjaan yang lain. Artinya, facing merupakan langkah pertama sebelum melakukan proses lainnya, yang menentukan hasil dan kualitas sebuah pekerjaan.

Sama halnya dengan simulasi Pembelajaran Tatap Muka, kegiatan ini adalah facing sebelum dimulainya pembelajaran tatap muka yang “bener-bener” di masa kenormalan baru ini. Simulasi ini memberikan sebuah gambaran, bagaimana seharusnya pembelajaran tatap muka kelak akan dilaksanakan. Bagi kita yang sudah terbiasa nyaman dengan Pembelajaran Jarak Jauh (yang dalam bahasa ngetren, parapelakunya sering disebut sebagai kaum rebahan), untuk kembali membiasakan, pada awalnya tentu saja sulit. Apalagi jika ditambah dengan penerapan protokol kesehatan yang cukup ketat. Namun satu hal yang perlu disadari bersama. Bahwa kegiatan ini mutlak dilakukan, tidak bisa tidak, sekaligus tidak bisa ditawar, sebagai bagian dari Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Tanpa simulasi seperti ini, jika pembelajaran tatap muka kelak dilaksanakan, pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan, banyak masalah, dan bisa jadi berpotensi membuat sekolah menjadi klaster penularan Covid 19 yang baru.

Dalam suasana menjelang Masa Adven, jika direfleksikan lebih mendalam, simulasi Pembelajaran Tatap Muka ini mempunyai pesan yang hampir sama, dengan pesan yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis, seorang tokoh yang dihormati dalam 3 agama besar sekaligus, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Yohanes Pembaptis digambarkan sebagai suara yang berseru-seru di padang gurun, mengajak mempersiapkan jalan bagi Tuhan, meluruskan jalan bagi-Nya.  Maka, simulasi ini mempunyai pesan yang hampir sama, sebagai seruan bagi kita semua untuk mempersiapkan sebuah jalan bagi sebuah proses pembelajaran yang benar-benar dapat kita nikmati bersama di sekolah, setelah sekian lama kita berada di tempat tinggal kita masing-masing, sekaligus meluruskan cara berpikir kita yang terkadang menyimpang ataupun “cari enaknya sendiri”.

Maka, menjelang Masa Adven (bagi umat Kristiani, suasana menyambut datangnya Natal), Simulasi Pembelajaran Tatap Muka di masa kenormalan baru ini juga masih relevan dengan apa yang diucapkan Yohanes Pembaptis, “setiap lembah akan ditimbun, setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan” (Lukas 3 :5).

Salam dan Doa

 

 

Alexander Arief R

Sub. Pamong

Home
Berita
Kontak
Galeri